LBHPRI Laporkan 45 Anggota Dprd Kabupaten Bima Ke Kejari

Berita132 Dilihat

BIMA, Kabaroposisi, Id__ Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBHPRI) secara resmi melaporkan 45 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima. Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi atas penyalahgunaan dana Pokok-pokok Pikiran (Pokir) senilai Rp 60 Miliar.

Laporan resmi diterima oleh pihak Kejaksaan Negeri Raba Bima pada hari Selasa, 29 Juli 2025, pukul 15:00 WITA. Rombongan LBHPRI yang dipimpin oleh Direktur Imam Muhajir datang dengan membawa tumpukan berkas yang diyakini sebagai bukti awal.

Direktur LBHPRI, Imam Muhajir, menyatakan bahwa pelaporan ini merespon akan kegelisahan masyarakat. Disisi lain, pihaknya telah melakukan investigasi mendalam oleh timnya.

“Kami datang hari ini untuk menyerahkan laporan dugaan tindak pidana korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif. Ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi soal pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” tegas Imam Muhajir.

Bung Igen, yang disebut sebagai pemegang data utama hasil investigasi, memberikan penjelasan yang lebih rinci. Menurutnya, modus operandi penyalahgunaan dana Pokir ini sangat rapi dan terencana.

“Data yang kami kumpulkan di lapangan menunjukkan sebuah pola yang jelas,” ungkap Bung Igen dengan lugas,” tuturnya.

Ditambahkannya lagi, aspirasi masyarakat yang sesungguhnya dikesampingkan. Sebaliknya, dana Pokir ini dialokasikan untuk proyek-proyek yang nilai fee-nya bisa diatur. Kami menemukan bukti bahwa proyek seperti pembukaan jalan tani, paving blok, dan pagar menjadi primadona karena dari sanalah keuntungan pribadi bisa dimaksimalkan. Ini bukan lagi soal melayani rakyat, tapi melayani kantong pribadi,” terang Igen.

Anggota tim lainnya, Bung Ipul, menyoroti aspek yuridis dari temuan tersebut. “Selain potensi pelanggaran Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait gratifikasi, kami juga melihat adanya pelanggaran serius terhadap Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah. DPRD telah melampaui kewenangannya dengan bertindak sebagai eksekutor proyek, yang seharusnya menjadi ranah eksekutif,” jelasnya.

Sementara itu, Bung Mhikel menyuarakan dampak langsung dari dugaan praktik korupsi ini kepada masyarakat. “Uang 60 miliar itu bukan angka yang kecil. Bayangkan berapa banyak sekolah, puskesmas, atau sarana vital lainnya yang bisa dibangun. Akibat praktik ini, masyarakat bawah yang paling dirugikan. Mereka terus menunggu pembangunan yang tak kunjung datang karena dananya diduga telah disalahgunakan,” ujarnya dengan nada prihatin.

Bung Arif turut berkomentar mengenai rusaknya sistem ketatanegaraan. “Ketika legislatif yang seharusnya mengawasi justru ikut bermain proyek, maka pilar checks and balances runtuh. Ini adalah preseden yang sangat berbahaya bagi demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik di Kabupaten Bima. Ada konflik kepentingan yang sangat jelas di sini,” katanya.

Sebagai penutup, Bung Muhlis menyampaikan harapan besar dari LBHPRI dan masyarakat Bima kepada aparat penegak hukum. “Kami telah menyerahkan data dan bukti awal. Sekarang, bola ada di tangan Kejaksaan Negeri Raba Bima. Kami mendesak agar laporan ini ditindaklanjuti secara serius, profesional, dan transparan. Jangan biarkan kepercayaan rakyat kepada institusi negara ini kembali terkikis,” pungkasnya.

Dengan diserahkannya laporan ini, LBHPRI berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum hingga tuntas demi memastikan keadilan dan akuntabilitas ditegakkan di Kabupaten Bima.

Hingga berita ini diturunkan, anggota DPRD dan lebih khususnya ketua DPRD belum menanggapi hal ini. (RED)