Oleh Ashar S Yaman.
BIMA, Kabaroposisi, Id– Sehubungan dengan adanya kritik yang mempertanyakan urgensi PPPK Paruh Waktu di tengah keterbatasan kemampuan APBD daerah, perlu kami sampaikan beberapa hal berikut sebagai klarifikasi:
1. Landasan Hukum dan Tujuan
PPPK Paruh Waktu diatur dalam Kepmen PANRB No.16 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut amanat UU ASN No.20 Tahun 2023. Tujuan utamanya adalah memberikan kepastian status kepegawaian bagi tenaga non-ASN, terutama mereka yang telah mengabdi puluhan tahun tetapi tidak memiliki status jelas. Dengan skema ini, mereka memperoleh Nomor Induk PPPK dan pengakuan sebagai bagian dari ASN, meskipun dalam pola kerja paruh waktu.
2. Prinsip Efisiensi Anggaran
Berbeda dengan PPPK penuh waktu, PPPK Paruh Waktu memberi ruang bagi daerah untuk menyesuaikan beban anggaran. Besaran upah ditetapkan minimal setara penghasilan saat masih non-ASN atau upah minimum daerah, sehingga tidak serta-merta membebani APBD setara PPPK penuh. Dengan demikian, skema ini justru menjadi kompromi antara keterbatasan anggaran daerah dengan kebutuhan memberikan kepastian status kepada honorer.
3. Urgensi bagi Honorer Lama
Banyak tenaga honorer, termasuk guru TK negeri dan tenaga teknis lain, telah mengabdi lebih dari 10–20 tahun tanpa kejelasan status. Mereka tidak memiliki jaminan kerja maupun akses kesejahteraan layaknya ASN. Skema PPPK Paruh Waktu merupakan jalan tengah yang mengangkat martabat dan memberikan legitimasi hukum bagi mereka, tanpa menimbulkan lonjakan beban fiskal yang tidak terkendali.
4. Fleksibilitas bagi Daerah
Pemerintah daerah melalui PPK diberi kewenangan mengatur jumlah formasi, jam kerja, dan besaran upah sesuai kemampuan anggaran. Artinya, skema ini tidak bersifat memaksa, tetapi memberikan fleksibilitas: daerah tetap bisa berperan aktif mengangkat honorer lama, sembari menjaga keberlanjutan fiskal.
5. Keadilan Sosial dan Kepastian Administratif
Kritik yang menyebut PPPK Paruh Waktu memberatkan APBD sering kali melupakan aspek keadilan sosial. Selama ini tenaga honorer bekerja tanpa kepastian, meskipun mereka menjalankan tugas pemerintahan yang esensial. Dengan status PPPK Paruh Waktu, mereka akhirnya mendapatkan legalitas, perlindungan hukum, serta akses administrasi ASN, meskipun jam kerja dan penghasilan lebih terbatas dibanding PPPK penuh.
Dengan demikian, PPPK Paruh Waktu bukan sekadar beban anggaran, melainkan solusi realistis:
Memberikan pengakuan dan kepastian hukum bagi tenaga honorer lama,
Tetap menjaga keberlanjutan fiskal daerah dengan skema paruh waktu dan fleksibilitas anggaran,
Menjadi jalan tengah agar pemerintah pusat dan daerah tidak mengabaikan pengabdian panjang tenaga honorer, khususnya guru TK negeri dan tenaga teknis lainnya.(ReD)